Bingkai Senja*

>> 23/04/14

Yuni Budiawati


Jingga merebak indah selimuti langit
Langit yang sama, seperti saat itu
Hanya saja keadaan yang berbeda

Senja itu
Aku menatap jendelamu dari jendelaku
Kini jendela kamarmu selalu tertutup
Aku tak bisa menatapmu
Aku juga tak bisa lagi melempari jendelamu dengan kerikil
Kerikil yang sudah kupersiapkan di meja belajarku

Hampir setiap malam
Kudengar deru motormu melewati rumahku
Mungkin untuk mengantarkan gadis itu pulang
Aku tak tahu sejak kapan kalian punya jadwal bersama
Ah... mungkin sejak 'Malam itu'**
Saat kaumemberikannya amplop biru
Lalu kaubersiul sepanjang jalan setelah menemuinya

Maaf, aku tak penuhi ajakan traktiranmu
Bukan, bukan lupa, aku hanya tak ingin jumpa denganmu
Aku menyesal, tapi sudahlah... mungkin kau juga lupa dengan janjimu

Jingga mulai redup
Aku rindu lukisan senja yang menampakkan dirimu indah dalam bingkai

Kau itu Mahakarya Sang Pencipta
Kau itu seni
Lukisan dalam bingkai senjaku

Aku rindu melempari jendela kamarmu
Sekarang, kerikil itu masih menumpuk di meja belajarku

Aku sangat merindukanmu
Meski, aku hanya sebatas tetangga baru bagimu

Senja telah usai, langit berubah gelap
Kututup jendela kamarku sambil terus berharap jendela kamarmu akan terbuka
"Kapan kaumau mentraktirku?" kataku lewat pesan singkat
Apakah janjimu masih kausimpan?
Aku tak tahu


Ciputat,
Sabtu, 19 April 2014

* Lanjutan puisi 'Lewat Jendela', sudut pandang yang sama. Minggu, 9 Februari 2014.
** Lihat puisi 'Malam Itu'. Minggu, 6 April 2014.

0 komentar:

  © KOLIBÉT Komunitas Literasi Alfabét by Ourblogtemplates.com 2014

Log In