Babu, Centeng, dan Meneer

>> 18/03/14

Khairini Lulut


Aku selalu melayanimu,
membersihkan meja makan, membereskan ruangan,
dan membawakan sop bening, yang tak sengaja kubawakan semangkuk kobokan
Aku hanyalah seorang gadis berumur tiga belas tahun
yang baru saja berduka atas sepeninggal ibuku,
dan kini berada di bawah rumah gedong sebagai babu baru

Aku selalu menemanimu,
menjadi pengawal sekaligus kacungmu
Menjadi tameng ketika kaudiserbu hingga badanku membiru
Melawan semua yang menghadang hingga satu banding sepuluh
Akulah centeng yang sudah setia menemani selama satu dekademu

Dialah meneer, penguasa baru desa ini
Tak ada satu pun yang berani padanya,
'kan dikokang senjatanya pada siapapun yang melawan
dia memang baik pada kami, pada kami yang tak berani melawan

Apalah daya kami, di negeri sendiri kami dijadikan budak
Ya, di tanah kelahiran kami
Siapa kau wahai kaum bengis, yang memperlakukan kami sebagai pengemis
Datang tanpa undangan dan berlaku sesuka hati
Kami marah, kami mengutuk dalam hati

Tapi inilah kelemahan kami, tak berani melawan tak berani bicara
Inilah persuaan yang tak pernah kami hendaki,
yang telah menjadi akhir kami


Ciputat,
Minggu, 16 Maret 2014

0 komentar:

  © KOLIBÉT Komunitas Literasi Alfabét by Ourblogtemplates.com 2014

Log In