Melukis Jendela

>> 14/02/14

Mala Himatul Aulia


Tintaku hampir habis
Saat senja mengantarkan engkau ke dalam kanvas
Berselaras dalam sajak jingga dan nyanyian tentang nyiur
Baitnya menukarkan jejak peluh dalam kausnya
Menjadi lembayung bermata ibu

Engkau meluk,
Sebingkai daun yang kausebut cahaya
saat bersambut di timur, dan kaulepas kepergian bapak tua
Ah, merenta
Tiada sanak saudara kaupunya
Hanya gema berpacu beradu
Pada angin dan batuan yang kausebut cucu warisan nenek moyangmu

Pagi berganti siang
Tiada engkau berpindah
Hanya meluk
Melukis dan meraba pada dinding-dinding reyotmu

Sungguh, tak bernyali aku membuat gaduh
Hanya mengantarkan engkau pada lapar dan terik
Lalu pada baskara dan riuh bunyian ombak selamba engkau berceracau
Aku tak tahu, apakah engkau tahu sebentuk matahari dan pantai yang mengelilingimu?
atau hanya menebak warnanya dari cerita bapak tua?

Kemudian gerah berpencar dihempas angin saat purnama
Bapak tua menyambutmu, bukan engkau!
Ia tiba dengan sekeranjang kasih sayang
dan engkau meluk, menciumi bau yang kausebut keselamatan dan rindu

Oh, perempuan
Seharian ini aku tengah melukis penantianmu
Sayangnya engkau tak tahu warna
Saat matamu mulai kabur dimakan usia

Untuk Engkau; Nenenda dalam jendela dan jendelaku


Ciputat,
Ahad, 9 Februari 2014

0 komentar:

  © KOLIBÉT Komunitas Literasi Alfabét by Ourblogtemplates.com 2014

Log In