Aliran Kopi

>> 28/01/14

Faliq Ayken


Pada tengah malam aku melihatnya penuh tanya
Mengapa ia selalu bangun dan langsung menuju dapur?
Apakah di sana ia akan menemui kekasihnya?
Atau hanya ingin bermeditasi melanjutkan tafakur demi tafakur?

Setelah kulihat, kutemukan jawaban tanpa kepastian
Di tangan kirinya ada secangkir kopi imajinasi
Di tangan kanannya, air puisi segera dituangkan
"Aku ingin kau yang mengaduk kopi ini," katanya dengan santai
Minumlah segera. Untuk apa? Untuk luka-lukamu yang belum terobati

Tegukan pertama tersesat, alirannya tersendat
Puisi-puisiku tak mengalir dengan cepat
Katanya, "Tanpa kopi, secangkir imajinasi tiada puisi."
"Malam dan secangkir kopi adalah sahabat paling hangat
untuk menemanimu berpuisi."

Lagi-lagi kopi, puisi-puisi tak basa-basi
Lagi-lagi puisi, luka-luka terobati


Ciputat,
Minggu, 26 Januari 2014

0 komentar:

  © KOLIBÉT Komunitas Literasi Alfabét by Ourblogtemplates.com 2014

Log In