Burung Layaran

>> 05/06/14

Oky Primadeka


Mengapa kita masih menunggu senja yang sudah tentu akan
datang di pertengahan ketika musim menggugurkan daun-daun
siang kepada bumi malam. Kita adalah burung yang sedang
terbang mencari-cari bahan sarang yang nyaman di bising
belantara hutan kehidupan supaya bisa pulang dengan tenang,
teduh di bawah kelebat bendera senja menuju rangka perbukitan
di seberang lautan.

Kita sering bertanya, seberapa kuatkah sarang kita nantinya
sebab mungkin sekali kibas angin yang kejam dengan seketika
menghempaskan sarang yang sudah kita bangun untuk anak
cucu. Kita sering khawatir, saat semua yang kita miliki satu
persatu hilang atau merapuh: mata yang tajam memandang,
kicau suara yang merdu dan lantang, serta cengkeram kuat kaki
kita atas bumi. Pada akhirnya, semua ditelan waktu, menghujan,
merintik, lalu jadi kenangan.

Langit yang ramah adalah surga kehidupan bagi burung-burung
camar di siang lautan, juga bagi kita di mana bulan sepenuh hati
tersenyum terang menyelimutkan rasa tenteram di malam
tanggal-tanggal mudanya. Di mana bintang mengedip-
ngedipkan mata cahayanya, merasi format biduk yang
menyimbolkan bahwa hidup adalah pelayaran.

Dan senja adalah bel bisu pulang kembali ke asal mula selepas
berperjalanan berlayar mengarungi samudra-samudra. Kita
harus ingat bahwa gemuruh ombak bergelombang adalah suara-
suara getir kehidupan yang mengabarkan dan menjadikan kita
sebagai kita yang utuh.

Sebelum kita benar-benar sampai di rumah labuhan, mari kita
tuliskan nama kita pada sebongkah batu. Semoga, anak cucu kita
mewarisi jiwa keberanian melebihi keras zamannya.


Ciputat,
Minggu, 25 Mei 2014

2 komentar:

Unknown 19 Mei 2015 pukul 14.25  

Terima kasih, Isna Rahmah. Mari menulis agar kita bisa pantau-pantauan tulisan. Hehehe.

  © KOLIBÉT Komunitas Literasi Alfabét by Ourblogtemplates.com 2014

Log In